July 5, 2011

Aku Sabang Kamu!





Setelah menikmati indahnya Iboih, kamipun turun gunung untuk menuju ke kota Sabang. Dari Iboih, jaraknya sekitar 22 kilometer. Jalanan yang menurun terasa agak ramai hari ini. Beberapa kali saya berpapasan dengan mobil mewah impor. Sambil berdecak kagum dengan daya beli orang Sabang yang luar biasa, sayapun terlibat obrolan santai dengan travelmate saya. Rupanya, Sabang adalah FTA (Free Trade Area) alias wilayah perdagangan bebas untuk kendaraan impor mulai tahun 2000. Selama tidak keluar dari pulau Weh, anda bisa membeli sedan impor keluaran 3-5 tahun terakhir dengan harga kurang dari 100 juta! Mobil-mobil mewah di sini juga disewakan untuk para pelancong. Kalau teman-teman mau merasakan sensasi menjadi orang borjuis, bisa ke Sabang untuk menyewa mobil mewah yang disuka.
Di sepanjang bukit, kiri kanan merupakan hutan lindung yang sangat asri dan masih terjaga keasliannya. Sering kami jumpai nenek moyang kita (monyet) di pinggir jalan. Tak sengaja, saya menemukan momen unyu ini:



Sejam kemudian, sampailah kami ke kota Sabang yang ternyata sangat lengang. Mengingatkan saya pada daerah Ubud di Bali yang sangat damai dan tenang. Tidak ada deru mobil angkot dengan emisi knalpotnya yang bikin sesak dada. Tidak ada berisik suara bemo, motor ugal-ugalan, atau klakson mobil yang tidak sabar menunggu dalam kemacetan. Yang ada hanyalah hamparan pohon-pohon tua yang rimbun, jajaran bangunan tua yang masih gagah, dan senyum ramah yang sangat bersahaja. Welcome home, baby.


Suasana kota tua layaknya di Italia (seperti yang saya tonton di film) terasa begitu terasa. Bedanya, disini tidak ada pizza, spaghetti, dan brucchetta. Kota yang sangat cocok untuk kabur sejenak dari penatnya kota metropolis macam Jakarta, Surabaya dan Medan.

Salah satu sudut kota Sabang

Kali ini kami dapat penginapan yang lebih terjangkau, namun dengan fasilitas yang super lengkap: TV, AC, air mandi panas dingin, dan yang paling yahut: dispenser! Sebuah inovasi yang sangat cocok bagi traveler hemat. Tinggal beli pop mie, budget makan pun bisa direm. Selepas mandi dan sholat, dan nonton Rachael Ray Show, kamipun berencana untuk keliling kota dan pesisir pantai-pantai di Sabang yang indah.


Wisata Kota tua menjadi agenda pertama siang itu. Kota yang dulunya pernah dikuasai Belanda dan Jepang ini, menyimpan berjuta sejarah yang menarik. Tepat di pusat kota, jajaran bangunan tua buatan Belanda masih tegak berdiri dengan gagahnya. Berjalanlah di sepanjang Jalan Perdagangan dan Jalan Malahayati, dan putarlah waktu kamu mundur, ke jaman kejayaan kolonial di kota ini, di mana kota ini menjadi pelabuhan perdagangan utama yang pada waktu itu jauh lebih besar dari Temasek (Singapura). Era pelabuhan bebas di Sabang dimulai pada tahun 1895, dikenal dengan istilah vrij haven dan dikelola Maatschaappij Zeehaven en Kolen Station yang selanjutnya dikenal dengan nama Sabang Maatscaappij.


gedung-belanda2

gedung-belanda-3

Rumah Tua ala Belanda

Gedung Tua Lagi

Tips:

  1. Jangan malu bertanya! Daripada nyasar ke jalan searah yang harus muter jauuuh sekali menyusuri pantai-pantai.
  2. Bawa bekal minuman, karena jarang ada minimarket buka di hari libur. Toko mulai buka jam 5 sore.

Setelah perang Dunia II, Sabang dikuasai oleh Jepang pada 1942. Karena Sabang waktu itu adalah portal perdagangan terbesar di Asia, maka Jepangpun sampai-sampai membuat benteng pertahanan dan pengintaian di sepanjang pantai terluar Sabang, salah satunya di Ujung Asam. Bayangkan tentara-tentara Jepang dengan posisi ndelosor atau mengkurep diam-diam memandang jauh ke laut lepas untuk mengintai kapal musuh. Mendadak saya jadi kangen guru sejarah saya, yang dengan berapi-apinya menceritakan kisah pendudukan Jepang di Indonesia. Sayangnya waktu itu saya mengkurep di atas bangku saya di pojok kelas.



japanese-fortress


benteng-jepang


Puas berputar-putar beberapa kali di dalam kota, kamipun menyusuri pinggiran pantai, mulai dari Pantai Kasih (yang paling dekat dengan kota), hingga Pantai Anoi Itam yang terletak di ujung pulau, hanya 5 kilo dari pelabuhan Balohan, namun 20 kiloan dari tempat menginap kami. Parade pantai-pantai eksotis siap kami jamah dan kami potret. Tidak seperti pantai-pantai di Pulau Jawa yang rutenya cenderung mudah ditemukan, pantai-pantai di Sabang au berjarak lumayan jauh antara satu dengan yang lain, dan jarang yang ada PLANG NAMA atau gerbang masuk di depannya yang menandakan bahwa pengunjung sudah berada di pantai yang dimaksud. Walhasil, kami terlewat satu pantai, yaitu Pantai Kasih.

Tips:

  1. Gunakan prinsip Ada Gula Ada Semut, Ada Pantai Ada Banyak Kendaraan. Karena tidak ada plang nama dari jalan utama, maka gunakan kejelian penglihatan anda untuk mengintip sisi pantai mana yang paling ramai. Maka itulah pantai yang dimaksud.
  2. Bawa bekal yang banyak! Karena tidak ada yang jualan makanan dan minuman ringan. Kalau adapun, jaraang..
So, ini dia parade pantai-pantai indah itu.. Specially for you.

Pantai Tak Bernama


pantai-sumur-tiga2


Anoi Itam dari Bukit



Pantai Ujung Kareung



Pantai Tapak Gajah


My last words, regardless kekurang lengkapan infrastruktur, Sabang is the best escape for your travel for peace searching. Udah ke KL tapi belum ke Sabang? Nggak gaul ah!

No comments:

Post a Comment

Masker Oksigen

photo from: Reader's Digest Akhir-akhir ini, saya terlibat pembicaraan yang lumayan mendalam dengan sahabat karib saya terkait deng...