June 22, 2011

Family Stories #1 Tangan Ajaib Ibu



Yang paling aku kangeni dari ibuku adalah tawa renyahnya yang cempreng, yang terkuak di antara gigi sampingnya yang tanggal. Setiap bareng ibu, ada saja yang jadi bahan tertawaan, entah itu dari nonton TV, ngomentarin orang yang lewat depan rumah, atau ngetawain tingkah konyol dia sendiri atau tingkahku. Selain itu, ada satu yang ngangeni banget: tangannya.


Ibuku jarang masak besar, dia memegang prinsip swasembada pangan, menghemat makanan kalau memang tidak diperlukan. Ibu juga menanam sendiri sayur-sayuran di belakang rumah. Tapi, setiap saya pulang, entah dari nginap beberapa hari di rumah mertua, atau setiap saya datang dari Aceh, sederet masakan super lezat selalu terhidang. “Dhek, pengen dimasakke opo?” dan jawaban saya tidak pernah berubah “Ayam kampung panggang, urap-urap, rempeyek, sego gurih. Didulang (disuapi) ibu.”


Jangan ngeledek dulu, tangan ibu saya ajaib lho! Saya paling susah makan, dan paling gampang tidur. Tapi kalau ibu lagi makan, mesti saya ngriwuki (menyela) dengan minta suap, dan jadinya, saya makan dua kali porsi normal saya. Tidak hanya saya, saudara-saudara sepupu juga sering minta suap ibu (pake tangan, bukan pake sendok), dan seringkali tiap lebaran (sebelum saya menikah), kami duduk melingkar di depan ibu, menunggu disuapi ibu seperti anak-anak ayam yang menunggu dikasih makan induknya, dan jadilah kami memakan dari tangan yang sama, yang menyentuh 4 mulut yang berbeda, seru!. Kata mereka, tangan ibu membuat rasa makanan jadi enak.


9 bulan sudah tak merasakan suapan tangan ibu. Betapa rindu tangan itu..

No comments:

Post a Comment

Masker Oksigen

photo from: Reader's Digest Akhir-akhir ini, saya terlibat pembicaraan yang lumayan mendalam dengan sahabat karib saya terkait deng...