January 2, 2010

Mari Merenung dengan Benar :)



Setelah sekian lama saya sering mewawancarai diri saya sendiri (self-interview) tentang begitu banyak hal yang *menurut saya sangat esensial untuk saya cari tahu jawabannya*. Pertanyaan-pertanyaan yang kita semua sering tertantang untuk menjawabnya, misal: tentang hakikat hidup, aturan-aturan, norma-norma, mimpi, obsesi, ambisi, dan lain sebagainya yang sering memunculkan pertanyaan seperti ini:
Mengapa saya harus begini?
Mengapa begitu tidak boleh?
Mengapa pemikiran saya tidak diterima?
Mengapa pemikiran saya tidak sama dengan aturan yang sudah ada?

Dalam lama itu pula saya sering berkutat pada perang pemikiran-pemikiran saya sendiri.

Saya sadar bahwa peperangan pemikiran itu bagaikan pisau bermata dua: jika saya berhasil mendapatkan jawabannya, maka saya akan menjadi pribadi yang lebih mantap dalam keyakinan dan kepercayaan saya. Jika akhirnya setelah sekian lama bergolak dengan pemikiran saja namun tidak juga menelurkan jawaban, waktu yang sedemikian berharga menjadi sangat sia-sia.

Proses berpikir itu sendiri adalah fardu bagi setiap manusia. Bahkan Descartes berujar “Aku berpikir maka aku ada.” Pertanyaannya adalah: Pos-pos dalam kehidupan yang mana yang harus kita pikirkan dalam-dalam? Pos-pos kehidupan mana yang tak perlu kita pikirkan, tinggal ikuti saja (yang dalam istilah Islam disebut sami’na wa ato’na)?

Dalam kesempatan lain saya juga mempertanyakan: Jika waktu yang sedemikian lama itu saya fokuskan untuk memikirkan tentang satu pertanyaan saya, apakah dalam waktu yang sama saya lebih produktifnya dari pemikiran yang saya pertanyakan itu?
Di sisi lain, kita mempunyai sebegitu banyak tuntutan atau tanggung jawab yang secara kontinyu harus kita penuhi, baik sebagai individu, hamba Tuhan, anak, teman, keluarga, anggota masyarakat, komunitas, organisasi, atau satuan komuniti yang lain yang tidak bisa menunggu kita untuk berpikir saja.

Dalam hal ini saya tidak mendiskreditkan proses berpikir, merenung, atau kontemplasi. Namun mungkin akan lebih menempatkannya dalam porsi waktu yang premium, saat yang tepat untuk kontemplasi di antara keharusan-keharusan duniawi dan ukhrawi yang saya harus jalani.
Kutipan berikut mungkin tepat sekali untuk hal ini:

“Bertanyalah, lalu bebaskanlah dirimu dari pikiran-pikiran mengenai yang tidak mungkin,
dan dari perasaan-perasaan yang mengerdilkan hak-mu untuk berhasil.”

Kita semua memiliki hak untuk bertanya dan merenungkannya. Namun pada saat yang bersamaan, kita tidak boleh meniadakan kemungkinan-kemungkinan lain dimana mungkin kita berpikir bahwa pertanyaan itu mungkin tidak terpecahkan, atau fakta yang kita pecahkan tak mungkin terkompromi, dll.

“Bertanyalah, lalu sahabatkanlah dirimu dalam pergaulan orang-orang baik
yang ikhlas berbagi pengertian baik.”

tahap ke dua adalah berkumpul atau bergaul dengan orang yang bisa memberi efek baik bagi pemikiran kita. Yang bisa memberikan penyelesaian, bukan yang menambah lebih banyak pertanyaan-pertanyaan yang semakin membingungkan. Atau orang-orang yang sudah melampaui fase “merenung” dan sudah berhasil melewatinya, yang bisa menyarankan kebaikan bagi kita.

“Bertanyalah, lalu libatkan dirimu dalam kesibukan pekerjaan yang membaikkan
kehidupan orang lain.”

Ini dia yang paling krusial. Don’t just ask, but do! Jangan hanya bergumul pada pertanyaan-pertanyaan kita, tapi lakukan hal riil untuk menemukannya. Jika kita mahasiswa, jangan sampai gadhl bashr (perang pemikiran ) itu membuat kita enggan menyelesaikan tugas, enggan menggarap skripsi, atau enggan membantu orang lain, dll.


"Bertanyalah, lalu jadikanlah kehidupanmu sebagai doamu,
lalu perhatikan apa yang terjadi."

Ajian pamungkas adalah berdoa. Kenapa berdoa? Agar pemikiran-pemikiran kita melahirkan sesuatu yang bermanfaat bagi kita sendiri, orang lain, dan masyarakat. Berapa banyak dari kita yang akhirnya berpikir saja yang berakhir hanya ‘membatin’ namun kontraproduktif dalam penunaian tugas-tugas kehidupannya??

Let’s think and contemplate together. 

Inspired by: MTGW note.

No comments:

Post a Comment

Masker Oksigen

photo from: Reader's Digest Akhir-akhir ini, saya terlibat pembicaraan yang lumayan mendalam dengan sahabat karib saya terkait deng...