April 16, 2025

TENTANG DIAM


sumber gambar: detik.com



Di rumahku ini, dapur yang luasnya setara apartemen ukuran studio, adalah pusat tatasurya kehidupan, dimana para perempuan (ibuku, budeku, bulekku yang jadi pembantu kami, aku, anakku) berada di ruang yang sama dari pagi hingga menjelang tidur. Break kami hanya mandi dan shalat. Sisanya, kami makan, mengobrol, merencanakan menu makanan, mendiskusikan perkara pernikahan, curhat tentang parenting, diskusi tentang keuangan, di ruang dapur itu. Ada dua kasur yang kemudian menjadi "sofa raksasa" dimana siapa saja boleh rebahan atau duduk sembari bercengkerama. Dan di dapur inilah, meski aku sering diperlakukan seperti princess, aku lebih banyak merekam dan mengamati para perempuan ini. 

Perlu aku garisbawahi bahwa para perempuan ini semuanya multitalenta: bisa beresin perkara domestik, bisa bekerja berat, bisa bebikinan kue/makanan untuk dijual, mandiri secara finansial. Meski para suaminya juga bekerja, namun merekalah yang menjadi pemenuh kebutuhan rumah tangga yang lebih dominan. Di tengah arus urbanisasi dan migrasi yang tinggi, mereka ini menjadi "penjaga kampung" yang terpaksa nrimo memiliki tingkat ekonomi dan gaya hidup yang terbatas. Alasannya sangat mulia: mengurus orang tua yang sudah sepuh, mengurus anak yang belum mandiri, mengurus sawah yang diwariskan, dll. 

Seringkali, di dapur, para wanita keren ini, lebih banyak diam. Mereka diam ketika ada saudara yang menceritakan kesuksesannya. Mereka diam ketika ada yang cerita pengalamannya. Mereka diam ketika ada yang menceritakan tentang anak dan suaminya. Mereka diam ketika ada yang menceritakan pelik hidupnya. 

Bagiku, diamnya mereka ini bukan diam sebab tak mau berbicara atau menimpali. Namun, diam mereka ini adalah mekanisme psikologi yang sangat kompleks dalam merespon segala sesuatu di luar diri mereka, dan di luar kuasa mereka. Diam disini bukanlah kata kerja yang pasif, namun upaya sadar yang aktif, yang penuh pertimbangan dan perhitungan. 

Mereka memilih diam, daripada membandingkan. Mereka memilih diam, ketimbang memperkeruh keadaan. Mereka memilih diam, daripada memberikan saran yang tak diharapkan. Mereka memilih diam, sembari menata hati agar tidak terperosok dalam iri. Mereka diam dan memperkuat rasa sabar. Mereka diam, sebab hidup mereka jauh lebih pelik dari kisah-kisah yang mereka dengar.

Diam menjadi suatu upaya yang sangat sulit dilakukan, terutama di zaman dimana diam sering dianggap sebagai kebodohan, ketidaktahuan, ketidakpahaman, kepasifan, atau kemasabodohan. 

Jujur, jika aku di posisi mereka, diam adalah hal yang hampir mustahil aku lakukan. Mulutku mungkin langsung merespon, kepalaku langsung akseleratif mempersiapkan kata, kalimat, studi banding, contoh ilustrasi, narasi, argumen dan kesimpulan. 

Tak mungkin aku bisa diam dalam keadaan demikian. 
Tapi mereka bisa. 
Dan merekalah yang lebih bijaksana. 

 




No comments:

Post a Comment

TENTANG DIAM

sumber gambar: detik.com Di rumahku ini, dapur yang luasnya setara apartemen ukuran studio, adalah pusat tatasurya kehidupan, dimana para pe...